Pada mulanya kenthongan merupakan alat tradisional yang terbuat dari seruas bambu dan digunakan untuk ronda oleh masyarakat pedesaan, akan tetapi kenthongan tersebut memiliki irama nada yang menarik ketika dimainkan secara bersamaan oleh banyak orang. Sehingga kesenian musik ini tumbuh pesat hampir di seluruh wilayah kabupaten Banyumas karena memiliki irama nada yang menarik dan dapat memainkan segala musik dengan gerak penabuh yang dinamis. Kenthongan sering disebut juga dengan musik thek-thek atau templing yang umumnya dimainkan oleh 20-60 orang dalam satu grup. Selain penabuh, saat ini kenthongan dalam pertunjukkannya juga dikolaborasikan dengan para penari.
{Diterjemahkan dalam bahasa Mandarin oleh Farras Alwan Raihan (Unsoed Purwokerto 2021)}
ENGLISH:
Kenthongan At first, kenthongan was a traditional tool made of bamboo and used for ronda (neighborhood watch) by rural communities. Yet, kenthongan had an interesting tune when played simultaneously by many people. As a result, this musical art grows rapidly in almost all areas of Banyumas Regency because it has an interesting tone rhythm and can be played with any music with dynamic drumming movements. Kenthongan is often referred to as thek-thek or templing music which is generally played by 20-60 people in one group. In addition to musicians, at this time the kenthongan also collaborated with dancers.