-
PPID
- Formulir Keberatan Permohonan Informasi
- Daftar Informasi Publik
- Daftar Informasi Yang Dikecualikan
- Profil PPID Pembantu
- Transparansi
- Pelayanan Informasi
- Informasi Serta Merta
- Informasi Berkala
- SK PPID
- Informasi Setiap Saat
- Formulir Permohonan Informasi
- Tupoksi dan Struktur Organisasi PPID
- Survey Kepuasan Masyarakat
- Standard Pelayanan
-
Menu Publik
Dinporabudpar Banyumas Gelar Lomba Macapat, Akan Agendakan Tiap Tahunnya

Purwokerto - Hari ke-2 Lomba Bahasa dan Sastra "Macapat" dilaksanakan di Taman Budaya Soetedja pada Kamis (31/7) kemarin.
Sebanyak 26 siswa/siswi SMP/Sederajat dari wilayah Kabupaten Banyumas turut serta dalam Lomba Macapat dalam rangka Lomba Bahasa dan Sastra yang baru kali pertama diselenggarakan oleh Dinporabudpar Kabupaten Banyumas. Kepala Bidang Kebudayaan Fendy Rudianto, S.E dalam sambutannya menyampaikan bahwa melihat jumlah peserta Lomba Geguritan kemarin dan Lomba Macapat ini dapat diartikan bahwa masih ada generasi penerus yang siap untuk meneruskan warisan budaya yang adi luhung. "Kabupaten Banyumas sudah menjadi kabupaten kreatif di bidang pertunjukan. Siapa lagi yang akan mengisi dan melestarikan kebudayaan yang ada di Kabupaten Banyumas kalau bukan anak-anak kita", tutupnya.
Kegiatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) non fisik ini diselenggarakan dalam 2 (dua) hari. Telah dilaksakanakan Lomba Geguritan pada Rabu (30/07) dan pada Kamis (31/7) ini dilaksanakan Lomba Macapat. Terdapat 1 tembang macapat wajib (Dhandhanggula) dan 1 tembang pilihan (Pangkur atau Kinanthi). Kriteria penilaian adalah titi laras, teknik dan unggah-ungguh. Kali ini Ki Sungging Suharto, Bapak Carlan, S.Sn, dan Ibu Dilastri bertindak sebagai juri. Ketiganya adalah praktisi kebudayaan senior di Kabupaten Banyumas.
Menurut Ki Sungging Suharto, dari penampilan 26 peserta, ada kesalahan-kesalahan yang disebabkan belum memahami apa itu macapat. "Macapat berarti maca papat-papat (membaca empat-empat), tapi ora kudu papat (tetapi tidak harus empat), sebab lagu winengku sastra. Yang diutamakan adalah sastranya, bukan lagunya". ungkapnya. Pemenggalan-pemenggalan kata dan pengucapan menjadi sangat penting dipahami bagi siswa, maupun para pengajar/pelatih macapat. "Macapat yang benar adalah tidak memakai ekspresi, tidak seperti geguritan, deklamasi, ataupun puisi. Itulah sebabnya mengapa macapat disajikan dengan duduk bersimpuh atau bersila adalah agar tenang, tajam, pandangan tidak kemana-mana dan harus membaca (karena ini macapat)", lanjutnya. Dalam tembang jawa ada istilah seleh (jatuh/turun nadanya). Dalam Dhandhanggula (tembang wajib lomba ini) terletak di baris ke-3, ke-7 dan ke-10. "Vibrasi dalam tembang jawa diperbolehkan, tetapi tidak dalam setiap kata. Harus proporsional, karena dalam tembang macapat sudah ada paugeran-paugeran yang sangat penting. Rencananya kegiatan Lomba Geguritan dan Macapat ini akan diagendakan setiap tahunnya, dan materi lomba akan sama dengan tahun ini belum dirubah, agar para siswa maupun pelatih dapat lebih baik dalam mengikuti lomba ini di tahun depan", tutupnya.
Berdasarkan berita acara lomba yang ditandatangani para juri, diputuskan hasil sebagai berikut:
Juara 1 : Khehara Putri Rahmadhani dari SMP Pancasila Jatilawang dengan nilai 585
Juara 2 : Wening Roro Faiza dari SMPN 1 Gumelar dengan nilai 583
Juara 3 : Flaviana Cady Ardiantika dari SMPN 6 Purwokerto dengan nilai 575
Harapan 1 : Ayu Dila Septiana dari SMPN 7 Purwokerto dengan nilai 568
Harapan 2 : Fais Dwi Januar dari SMPN 1 Lumbir dengan nilai 565
Harapan 3 : Anjaynsi Naya I. dari SMPN 1 Baturraden dengan nilai 555